hight

Friday, January 20, 2017

laporan viskoitas

BAB I
PENDAULUAN
1.1  Latar Belakang
Kekentalan atau viskositas merupakan sifat dari suatu zat cair (fluida) yang disebabkan adanya gesekan antara molekul-molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan-gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Besarnya kekentalan zat cair (viskositas) dinyatakan dengan suatu bilangan yang menentukan kekentalan suatu zat cair.
Viskositas memiliki alat ukur yang disebut viskometer yang berfungsi untuk mengukur koefisien gliserin, oli atau minyak. Viskositas banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari seperti sirup, minyak goreng dan oli. Viskositas berguna untuk kehidupan seperti sirup yang dikentalkan agar tetap awet. (Ginting,Diner.1991)
Suatu zat memiliki kemampuan tertentu sehingga suatu padatan yang dimasukkan kedalamnya mendapat gaya tekanan yang diakibatkan peristiwa gesekan antara permukaan padatan tersebut dengan zat cair. Sebagai contoh, apabila kita memasukkan sebuah bola kecil kedalam zat cair, terlihatlah batu tersebut mula-mula turun dengan cepat kemudian melambat hingga akhirnya sampai didasar zat cair. Bola kecil tersebut pada saat tertentu mengalami sejumlah perlambatan hingga mencapai gerak lurus beraturan. Gerakan bola kecil menjelaskan bahwa adanya suatu kemampuan yang dimiliki suatu zat cair sehingga kecepatan bola berubah. Mula-mula akan mengalami percepatan yang dikarenakan gaya beratnya tetapi dengan sifat kekentalan cairan maka besarnya percepatannya akan semakin berkurang dan akhirnya nol. Pada saat tersebut kecepatan bola tetap dan disebut kecepatan terminal. Hambatan-hambatan dinamakan sebagai kekentalan (viskositas). Akibaat viskositas  zat cair itulah yang menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup drastic terhadap kecepatan batu. Aliran viskos, dalam berbagai masalah keteknikan pengaruh viskositas pada aliran adaalh kecil, dan dengan demikian diabaikan. Cairan kemudian dinyatakan sebagai tidak kental (invicid) atau seringkali ideal dan diambil sebesar nol. Tetapi jika istilah aliran viskos dipakai, ini berarti bahwa viskositas tidak diabaikan. Untuk benda homoogen yang dicelupkan kedalam zat cair ada tiga kemungkinan yaitu, tenggelam, melayang, dan terapung. Oleh kaarena itu percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengukur viskositas berbagai jenis zat cair. Karena semakin besar nilai viskositas dari larutan maka tingkat kekentalan larutan tersebut semakin besar pula.

1.2  Tujuan
1.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas
2.    Mengetahui macam-macam metode pengukuran viskositas
3.    Dapat memahami penerapan hukum Stokes
4.    Dapat menentukan viskositas zat cair dengan gaya stokes



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap zat cair mempunyai karakteristik yang khas, berbeda satu zat cair dengan zat cair yang lain. Oli mobil sebagai salah satu contoh zat cair dapat kita lihat lebih kental daripada minyak kelapa. Apa sebenarnya yang membedakan cairan itu kental atau tidak. Kekentalan atau viskositas dapat dibayangkan sebagai peristiwa gesekan antara satu bagian dan bagian yang lain dalam fluida. Dalam fluida yang kental kita perlu gaya untuk menggeser satu bagian fluida terhadap yang lain. Di dalam aliran kental kita dapat memandang persoalan tersebut seperti tegangan dan regangan pada benda padat. Kenyataannya setiap fluida baik gas maupun zat cair mempunyai sifat kekentalan karena partikel di dalamnya saling menumbuk. Bagaimana kita menyatakan sifat kekentalan tersebut secara kuantitatif atau dengan angka, sebelum membahas hal itu kita perlu mengetahui bagaimana cara membedakan zat yang kental dan kurang kental dengan cara kuantitatif. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kekentalan suatu zat cair adalah viskosimeter ( Lutfy, 2007).
Apabila zat cair tidak kental maka koefesiennya sama dengan nol sedangkan pada zat cair kental bagian yang menempel dinding mempunyai kecepatan yang sama dengan dinding. Bagian yang menempel pada dinding luar dalam keadaan diam dan yang menempel pada dinding dalam akan bergerak bersama dinding tersebut. Lapisan zat cair antara kedua dinding bergerak dengan kecepatan yang berubah secara linier sampai V. Aliran ini disebut aliran laminer.  Aliran zat cair akan bersifat laminer apabila zat cairnya kental dan alirannya tidak terlalu cepat (Sudarjo, 2008).
Pengertian viskositas fluida (zat cair) adalah gesekan yang ditimbulkan oleh fluida yang bergerak, atau benda padat yang bergerak didalam fluida. Besarnya gesekan ini biasa juga disebut sebagai derajat kekentalan zat cair. Jadi semakin besar viskositas zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak didalam zat cair tersebut. Viskositas dalam zat cair, yang berperan adalah gaya kohesi antar partikel zat cair (Martoharsono, 2006).     
Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya gesekan antar lapisan material. Karenanya viskositas menunjukkan tingkat ketahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin besar viskositas maka aliran akan semakin lambat. Besarnya viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, gaya tarik antar molekul dan ukuran serta jumlah molekul terlarut. Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul. Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi (Sarojo, 2009).          
Zat cair maupun gas mempunyai viskositas hanya saja zat cair lebih kental (viscous) daripada gas, dalam merumuskan persamaan-persamaan dasar mengenai aliran yang kental akan jelas nanti, bahwa masalahnya mirip dengan masalah tegangan dan regangan luncur di dalam zat padat. Salah satu macam alat untuk mengukur viscositas zat-cair adalah viscometer (Sudarjo, 2008).    
Cairan yang mudah mengalir, misalnya air atau minyak tanah, tegangan luncur itu relatif kecil untuk cepat perubahan regangan luncur tertentu, dan viskositasnya juga relatif kecil, dan begitu pula sebaliknya(Lutfy, 2007).
Viskositas (kekentalan) dapat dianggap suatu gesekan dibagian dalam suatu fluida. Karena adanya viskositas ini maka untuk menggerakkan salah satu lapisan fluida diatasnya lapisan lain haruslah dikerjakan gaya. Karena pengaruh gaya k, lapisan zat cair dapat bergerak dengan kecepatan v, yang harganya semakin mengecil untuk lapisan dasar sehingga timbul gradien kecepatan. Baik zat cair maupun gas mempunyai viskositas hanya saja zat cair lebih kental (viscous) dari pada gas tidak kental (Mobile ) (Martoharsono, 2006).
Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan – bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskositas, Newton menyatakan hubungan antara gaya – gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai geseran dalam (viskositas) fluida adalahkonstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan tersebut berlaku untuk fluida Newtonian, dimana perbandingan antara tegangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut dengan viskositas. Aliran viskos dapat digambarkan dengan dua buah bidang sejajar yang dilapisi fluida tipis diantara kedua bidang tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi oleh lapisan fluida setebal h, sejajar dengan suatu bidang permukaan atas yang bergerak seluas A. Jika bidang bagian atas itu ringan, yang berarti tidak memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidak ada gaya tekan yang bekerja pada lapisan fluida. Suatu gaya F dikenakan pada bidang bagian atas yang menyebabkan bergeraknya bidang atas dengan kecepatan konstan v, maka fluida dibawahnya akan membentuk suatu lapisan – lapisan yang saling bergeseran. Setiap lapisan tersebut akan memberikan tegangan geser (s) sebesar F/A yang seragam dengan kecepatan lapisan fluida yang paling atas sebesar v dan kecepatan lapisan fluida paling bawah sama dengan nol, maka kecepatan geser (g) pada lapisan fluida di suatu tempat pada jarak y dari bidang tetap dengan tidak adanya tekanan fluida (Kanginan, 2006).
Lapisan-lapisan gas atau zat cair yang mengalir saling berdesakan karena itu terdapat gaya gesek yang bersifat menahan aliran yang besarnya tergantung dari kekentalan zat cair. Gaya gesek tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus: G = ŋ A (Ginting, 2011).
Adapun jenis cairan dibedakan menjadi dua tipe, yaitu cairan newtonian dan non newtonian.
1. Cairan Newtonian
Cairan newtonian adalah cairan yg viskositasnya tidak berubah dengan berubahnya gaya irisan, ini adalah aliran kental (viscous) sejati. Contohnya : Air, minyak, sirup, gelatin, dan lain-lain. Shear rate atau gaya pemisah viskositas berbanding lurus dengan shear stresss secara proporsional dan viskositasnya merupakan slope atau kemiringan kurva hubungan antara shear rate dan shear stress. Viskositas tidak tergantung shear rate dalam kisaran aliran laminar (aliran streamline dalam suatu fluida). Cairan Newtonian ada 2 jenis, yang viskositasnya tinggi disebut “Viscous” dan yang viskositasnya rendah disebut “Mobile” (Dogra, 2006).
2. Cairan Non-Newtonian                      
yaitu cairan yang viskositasnya berubah dengan adanya perubahan gaya irisan dan dipengaruhi kecepatan tidak linear.       

Metode Penentuan  Kekentalan
Untuk menentukan kekentalan suatu zat cair dapat digunakan dengan cara:
1. Cara Ostwalt / Kapiler
Viskositas dari cairan yang ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat 2 tanda tersebut (Lutfy, 2007).      
Berdasarkan hukum Heagen Poiseuille.
ŋ = Π P r4t
                         8 VL        
          Hukum poiseuille juga digunakan untuk menentukan distribusi kecepatan dalam arus laminer melalui pipa slindris dan menentukan jumlah cairan yamg keluar perdetik (Sarojo, 2006)

2. Cara Hopper
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum,terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel. Berdasarkan hukum stoke yaitu pada saat kecepatan bola maksimum,terjadi kesetimbangan sehingga gaya gesek sama dengan gaya berat archimedes. Dalam fluida regangan geser selalu bertambah dan tanpa batas sepanjang tegangan yang diberikan.Tegangan tidak bergantung pada regangan geser tetapi tergantung pada laju perubahannya. Laju perubahan regangan juga disebut laju regangan( D. Young , 2009).
Laju perubahan regangan geser = laju regangan
Rumus yang di atas dapat defenisikan viskositas fluida, dinotasikan dengan η (eta), sebagai rasio tegangan geser dengan laju regangan :
             η       =  Tegangan geser
                                       Laju regangan
Mempelajari gerak bola yang jatuh ke dalam fluida kental, walaupun ketika itu hanya untuk mengetahui bahwa gaya kekentalan pada sebuah bola tertentu di dalam suatu fluida tertentu berbandingan dengan kecepatan relatifnya. Bila fluida sempurna yang viskositasnya nol mengalir melewati sebuah bola, atau apabila sebuah bola bergerak dalam suatu fluida yang diam, gari-garis arusnya akan berbentuk suatu pola yang simetris sempurna di sekeliling bola itu. Tekanan terhadap sembarang titik permukaan bola yang menghadap arah alir datang tepat sama dengan tekanan terhadap titik lawan. Titik tersebut pada permukaan bola menghadap kearah aliran, dan gaya resultan terhadap bola itu nol (Sudarjo, 2008).






BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
            Alat yang digunakan dalam praktkum adalah viskometer brook field, beaker glass 500ml, batang pengaduk, spindel.
3.2 Bahanel
            Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah epung kanji dan aquadest.
3.3 Variabel Peneitian
            3,3,1 Variabel Manipulasi
                        Variabel manipulasinya adalah konsentrasi
            3.3.2 Variabel Respon
                        Variabel responnya adalah viskositas.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data  Percobaan
            4.1.1 Data Percobaan Viskositas
SAMPEL
Massa (gr)
Spindel
Cp
RPM
Torque
Kadar
LARUTAN TEPUNG KANJI
5,0115 gr
61
5,4
30
2,50%
1,00%
62
6,3
30
6,70%
15,6071 gr
62
7,39
30
74%
3,12%
62
E
30
E
20,1594 gr
64
1862
30
74,4
4,03%
64
E
30
E
25,0714 gr
63
1790
30
71,60%
5,01%
63
992,8
30
99,20%

VISKOSITAS
KADAR %
6,3
0,01002
7,39
0,03121
1862
0,04031
992,8
0,05014

4.2 Grafik dan Analisa Grafik
            4.2.1 Grafik Analisa Vikositas



4.3 Pembahasan
Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas alias kekentalan sebenarnya merupakan gaya gesekan antara molekul-molekul yang menyusun suatu fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek ketika fluida fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul (Bird, 1993).
            Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah mengalir, contohnya air. Sebaliknya, fluida yang lebih kental biasanya lebih sulit mengalir, contohnya minyak goreng, oli, madu, dan lain-lain. Hal ini bias dibuktikan dengan menuangkan air dan minyak goreng diatas lanyai yang permukaannya miring. Pasti hasilnya air lebih cepat mengalir dari pada minyak goreng atau oli. Tingkat kekentalan suatu fluida  juga bergantung pada suhu. Semakin tinggi suhu zat cair, semakin kurang kental zat cair tersebut. Misalnya ketika ibu menggoreng ikan di dapur, minyak goreng yang awalnya kental, berubah menjadi lebih cair ketika dipanaskan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut.
Perlu diketahui bahwa viskositas atau kekentalan hanya ada pada fluida rill (rill = nyata). Fluida rill / nyata adalah fluida yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti air sirup, oli, asap knalpot, dan lainnya. Fluida rill berbeda dengan fluida ideal. Fluida ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Fluida ideal hanya model yang digunakan untuk membantu kita dalam menganalisis aliran fluida (fluida ideal ini yang kita pakai dalam pokok bahasan fluida dinamis) (Bird, 1993).
            Satuan sistem internasional (SI) untuk koifisien viskositas adalah Ns/m2 = Pa.S (pascal sekon). Satuan CGS (centimeter gram sekon) untuk SI koifisien viskositas adalah dyn.s/cm2 = poise (p). Viskositas juga sering dinyatakan dalam sentipolse (cp). 1 cp = 1/1000 p. satuan poise digunakan untuk mengenang seorang Ilmuwan Prancis, almarhum Jean Louis Marie Poiseuille.
            1 poise = 1 dyn. s/cm2 = 10-1 N.s/m2
Fluida adalah gugusan molukel yang jarak pisahnya besar, dan kecil untuk zat cair. Jarak antar molukelnya itu besar jika dibandingkan dengan garis tengah molukel itu. Molekul-molekul itu tidak  terikat pada suatu kisi, melainkan saling bergerak bebas terhadap satu sama lain. Jadi kecepatan fluida atau massanya kecapatan volume tidak mempunyai makna yang tepat sebab jumlah molekul yang menempati volume tertentu terus menerus berubah (While, 1988).



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan       
     Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan teori yang diketahui, disimpulkan bahwa viskositas sangat mempengaruhi kecepatan benda untuk mewati suatu fluida, semakin kental fluida tersebut, semakin lama waktu yang dibutuhkan benda untuk melewatinya.

5.2  Saran
     Pada praktikum kali ini bahan acuan yang digunakan jangan hanya berupa minyak kelapa tanpa ada bahan perbandingan lainnya ( seperti air, oli, dll) sehingga kami tidak bias melihat contoh dari perbedaan viskositas pada zat cair secara lansung, maka dari itu diharapkan untuk praktium selanjutnya hal tersebut diatas bisa diperhatikan.




DAFTAR PUSTAKA

Dogra. 2006. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Malang. Universitas Malang
D . Young, Hugh. 2009. Fisika Universitas. Erlangga. Jakarta.
Ginting, Tjurmin. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. LDB UNSRI.Indralaya.
Kanginan, Marthen. 2006. Fisika. Erlangga. Jakarta.
Lutfy, Stokes. 2007. Fisika Dasar I. Erlangga. Jakarta.
Martoharsono, Soemanto. 2006. Biokimia I. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Sarojo, Ganijanti Aby. 2006. Seri Fisika Dasar Mekanika. Salemba Teknika. Jakarta.
Sudarjo, Randy. 2008. Modul Praktikum Fisika Dasar I. Universitas Sriwijaya. Inderalaya.


senyawa tanin



DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................. 1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 TEORI ...................................................................................................... 2
BAB 2 METODE ..................................................................... 4
2.1 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Trembesi........................................ 4
2.2 Uji Fitokimia Senyawa Tanin pada Ekstrak Daun Trembesi .................. 4
2.3 Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Tanin.............................................. 5
2.4 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis dan FTIR 5
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 6
3.1 Hasil uji fitokimia...................................................................................... 6
3.2 Pemisahan dan Pemurnian senyawa Tanin ............................................. 6
3.3 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis dan FTIR 7
BAB 4 KESIMPULAN.............................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA   ............................................................. 9

BAB 1
PENDAHULUAN
1.     TOERI
      Tanaman  alpukat  merupakan tanaman yang cukup banyak ditemukan di Indonesia. Pada tahun 2012, produksi buah alpukat di Indonesia mencapai  290.810  ton.  Produksi buah 10 tahun terakhir mencapai  rata-rata 243.930 ton (Badan Pusat  Statistik,  2012).  Semakin  meningkatnya permintaan terhadap alpukat, penanamannya pun semakin meningkat. Walaupun bukan tanaman  asli  Indonesia, keberadaan  alpukat  tidak  asing  lagi  bagi masyarakat.  Pada  penelitian  tentang  penapisan fitokimia  daun  alpukat (Adha,  2009), diketahui bahwa daun alpukat  mengandung  senyawa flavonoid,  tanin  dan  kuinon. Tanin, sebagai zat pewarna akan menimbulkan warna cokelat atau kecokelatan (Prayitno dkk., 2003). Pengambilan tanin dari suatu senyawa dapat dilakukan dengan cara ekstraksi.Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses ekstraksi zat warna adalah jenis pelarut. Menurut Artati dan Fadilah (2007), tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang sifatnya polar, dapat larut dalam gliserol, alkohol dan hidroalkoholik, air dan aseton, tetapi tidak larut dalam kloroform, petroleum eter dan benzene.

      Pada ekstraksi dengan menggunakan air, umumnya menghasilkan rendemen yang cukup banyak, namun kandungan zat warna tanin yang didapat sedikit, sehingga akan berpengaruh juga terhadap hasil pewarnaan. Oleh karena itu perlu adanya percobaan dengan jenis pelarut lain agar didapat hasil ekstrak zat warna daun alpukat yang maksimal. Pada penelitian ini, pelarut yang digunakan antara lain etanol 95% dan aseton dengan proporsi tertentu. Untuk mendapatkan ekstrak zat warna yang maksimal, maka perlu digunakan larutan pengesktrak yang cocok dengan sifat zat yang akan diekstrak dimana zat yang akan diekstrak dapat larut di dalamnya (Putri dkk., 2005). Faktor waktu ekstraksi juga merupakan hal yang cukup penting diperhatikan dalam proses ekstraksi tanin karena juga dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi. Proses ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan rusaknya kandungan tanin (Shinta  dkk., 2008).

      Proses ekstraksi yang terlalu singkat akan menghasilkan kandungan tanin yang kurang optimal. Kondisi maksimum untuk ekstraksi suatu produk terjadi pada suhu dan waktu tertentu. Setelah mencapai kondisi maksimum apabila pemanasan dilanjutkan maka kemungkinan akan terjadi dekomposisi pigmen. Oleh karena itu perlu dikaji waktu ekstraksi yang optimal sehingga menghasilkan ekstrak yang memiliki kuantitas dan kualitas yang baik pula. Diperhatikan dalam proses ekstraksi tanin karena juga dapat mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi. Proses ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan rusaknya kandungan tanin (Shinta  dkk., 2008).

























BAB 2
METODE
2.1 Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Trembesi
1. Sebanyak 1 kg serbuk kering daun tanaman trembesi
2. dimaserasi dengan 6,5 liter etanol teknis 96 % selama ± 24 jam.
3. Hasil maserasi dilarutkan dalam etanol : air (3:7) dengan penambahan 3 mL asam askorbat 10 ml
4. kemudian etanolnya diuapkan dengan penguap putar vakum.
5. Ekstrak air dipartisi dengan nheksana, kloroform dan aseton.
6. Ekstrak n-heksana,kloroform, air, dan aseton yang diperoleh selanjutnya diuji tanin. Ekstrak yang menunjukkan positif tanin
2.2 Uji Fitokimia Senyawa Tanin pada Ekstrak Daun Trembesi
1. Uji tanin dilakukan terhadap ekstrak nheksana, ekstrak kloroform, ekstrak aseton dan ekstrak air.
2. Masing-masing ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan larutan FeCl3 1 %,
3.  jika ekstrak mengandung tanin akan terbentuk warna hijau kehitaman atau biru tua, sesuai dengan yang telah dilakukan Sa’adah (2010).
4. Ekstrak ditambahkan dengan larutan gelatin, jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin.
5. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk membedakan antara tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis dengan menambahkan formaldehid 3 % + HCl 1 N (2:1)
6. Untuk menentukan adanya tanin terkondensasi, jika terbentuk endapan warna merah muda maka positif mengandung tanin terkondensasi.
7. Filtrat hasil uji tanin terkondensasi diuji dengan FeCl3 1 % untuk menentukan tanin terhidrolisis. Jika menunjukkan warna biru tinta atau hitam maka ekstrak positif mengandung tanin terhidrolisis


2.3 Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Tanin
1. Pemisahan dengan KLT dilakukan menggunakan fase diam plat klt dan fase gerak {n- butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5), Etil asetat : kloroform : asam asetat 10 % (7:2:1), Metanol : kloroform (4:1), dan Etanol : etil asetat (3:2)}.
2. Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm,dan masing-masing noda diukur harga Rfnya.
3. Selanjutnya pengembang yang menunjukkan noda terbanyak dan terpisah dengan baik, digunakan sebagai fase gerak pada KLT preparatif.
4.  Pemisahan dengan KLT preparatif menggunakan eluen n-butanol : asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT.
5. Noda yang terbentuk berupa pita diperiksa di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Noda pada KLT Preparatif dikeruk dan  dilarutkan dengan aseton yang selanjutnya diuji fitokimia dan diuji kemurnian dengan KLT.
6. Diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

2.4 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis dan FTIR
1.Isolat yang menunjukkan positif mengandung tanin yang diperoleh dari hasil KLT preparatif dilarutkan dengan aseton dan disentrifugasi,
2.selanjutnya dianalisis denganspektrofotometer UV-Vis dan FTiR.
3.Masing-masing isolat dimasukkan dalam kuvet dan diamati spektrum yang dihasilkan pada panjang gelombang 200-800 nm.
4. KBr ditambahkan dengan isolat yang diduga senyawa tannin diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1, spektrum yang terbentuk diamati.







BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil uji fitokimia
Ekstrak kloroform, air dan aseton dari daun trembesi menunjukkan positifterhadap uji FeCl3 dengan menghasilkan perubahan warna coklat menjadi hijau kehitaman.Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kloroform, airdan aseton daun trembesi mengandung senyawafenol. Hasil uji fitokimia ekstrak air dan aseton daun trembesi dengan larutan gelatin menunjukkan adanya endapan putih, sehingga diperoleh hasil bahwa ekstrak air dan aseton daun trembesi positifmengandung senyawa tanin. Namun uji fitokimiadengan larutan formaldehid 3 % + HCl 1 N (2:1) tidak menunjukkan adanya endapan merah muda,hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air dan aseton daun trembesi tidak mengandung tanin terkondensasi. Hasil uji fitokimia dari filtrat ujitanin terkondensasi menunjukkan warna hitam,dimungkinkan ekstrak air dan aseton daun trembesi positif mengandung tanin terhidrolisis
3.2 Pemisahan dan Pemurnian senyawa Tanin
Pemisahan senyawa tanin pada penelitian ini didahului dengan pemilihan eluen terbaik untuk menentukan fase gerak yang digunakan.Berdasarkan hasil pemisahan diperoleh bahwa eluen n-butanol:asam asetat:air (4:1:5) (BAA) memberikan pemisahan terbaik, hal ini dapat dilihat dengan adanya noda yang terpisah dengan baik dan jumlah noda terbanyak yaitu 6 noda. Sehingga eluen ini digunakan dalam pemisahan senyawa tanin dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Hasil pemisahan dengan KLT preparatif diperoleh noda berupa pita sebanyak 6 pita dilihat dengan lampu UV 366 nm. Hasil uji fitokimia isolate hasil KLTP menunjukkan bahwa isolat 1 (kuning) positif mengandung senyawa fenol, namun negatif terhadap uji dengan larutan gelatin sehingga isolat 1 dapat dinyatakan tidak mengandung senyawa tanin. Isolat 2 dan 3 menunjukkan positif mengandung tanin terhidrolisis dengan intensitas warna yang sama. Selanjutnya isolat 2 dan isolat 3 diuji kemurnian dengan KLT analitik,diidentifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR serta diuji aktivitas antibakteri E. Coli untuk memastikan bahwa senyawa tanin memiliki potensi antibakteri E. coli. Berdasarkan hasil diatas isolat 2 dan isolat 3 positif mengandung tanin memiliki nilai Rf 0,61 dan 0,65. Isolat 2 dan 3 hasil KLTP dilakukan uji kemurnian dengan KLT menggunakan beberapa eluen dan menunjukkan bahwa isolat 2 dan 3 hasil KLTP relatif murni secara KLT

3.3 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer UV-vis dan FTIR

Spektrum UV-Vis dari isolat 2 dan isolat 3 menunjukkan panjang gelombang maksimum masing-masing 346,50 nm dan 347,00 nm. Panjang gelombang maksimum yang ditunjukkan kedua isolat tidak berbeda jauh dan berada antara 300-550 nm yang diperkirakan adanya transisi π π* yang mengindikasikan adanya ikatan C=C terkonjugasi dan transisi n π* berupa kromofor C=O (Sastrohamidjojo, 2001). Identifikasi senyawa tanin menggunakan spektrofotometer FTIR dilakukan analisis pada bilangan gelombang di daerah IR 4000-400 cm-1. Spektrum serapan inframerah dari isolat 2 dan 3 hasil KLTP dipaparkan pada Gambar 2.Spektrum inframerah dari isolat 2 hasil pemisahan KLTP tampak adanya serapan pada daerah 3556,74 cm-1 dan 3251,98 cm-1 dengan intensitas kuat dan bentuk pita lebar menunjukkan adanya gugus fungsi seperti rentangan O-H.



BAB 4
KESIMPULAN
Jenis senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak daun trembesi (Samanea saman (Jacq.)Merr) yang berpotensi sebagai antibakteri E.coli adalah tanin terhidrolisis dengan gugusgugus fungsi karakteristik yaitu gugus -O-H, CH alifatik, C=O ester, C=C aromatik, C-O-H,dan C-O-C eter.




























DAFTAR PUSTAKA
Adha, A. C. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak. Etanol Daun Alpukat (Persea americanaMill.) Terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague-Dawley. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2012. Pertanian dan Pertambangan : Produksi Buah-Buahan di Indonesia 2012. Dilihat 4 Mei 2013.http://www.bps.go.id.
Prayitno, Endro K. dan Nurimaniwati. 2003. Proses Ekstraksi Bahan Pewarna Alam dari Limbah Kayu Mahoni. Puslitbang Teknologi Maju. BATAN. Yogyakarta. Hal.207 – 213.
Putri, Widya D. R., Elok Z. dan Sholahudin. 2005. Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh Blanching dan Jenis Bahan Pengestrak. Jurnal Teknologi Pertanian 4(1) : 13-24.

Shinta, Endro dan Anjani P. 2008. Pengaruh Konsentrasi Alkohol dan Waktu Ekstraksi terhadap Ekstraksi Tannin dan Natrium Bisulfit dari Kulit Buah Manggis. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono. Surabaya. Hal 31–34.