MAKALAH FARMAKOLOGI
ANTIHISTAMIN
Disusun
Oleh:
|
Kikik Andrian (30215009)
|
Ulfi Marita Putri (30215002)
|
Vita Firantika (30215003)
|
D-III ANALIS FARMASI
DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadiaran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan,disebabkan karena keterbatasan penulis sebagai
manusia biasa yang tak mungkin luput dari kesalahan. Makalah ini penulis susun
guna untuk mempermudah pembaca mempelajari mengenai ANTIHISTAMIN.
Penulis berharap agar makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua, oleh karena itu, demi upaya peningkatan
kualitas makalah ini,penulis senantiasa mengharapkan konstribusi pemikiran
pembaca, baik berupa kritik maupun saran yang bersifat membangun.
Kediri,
21 Desember 2016
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 3
1.3 Tujuan..................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 4
2.1 Pengertian............................................................................................................... 4
2.2 Macam-macam Antihistamin.................................................................................. 4
2.3 Penggunaan Umum................................................................................................. 6
2.4 Mekanisme Kerja.................................................................................................... 7
2.5 Farmakokinetik....................................................................................................... 8
2.6 Obat-obat Antihistamin.......................................................................................... 8
2.7 Indikasi................................................................................................................. 12
2.8 Kontraindikasi...................................................................................................... 12
2.9 Kontraindikasi dan interaksi obat......................................................................... 12
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 13
3.2 Saran..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat
antihistamin. Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik
penyakit alergi. Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai
spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti
serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini
disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan
menimbulkan efek samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup
dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas
sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam
jangka panjang. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam
kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor
–histamin (penghambatan saingan).
1.2. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan
masalah yang akan dibahas didalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian
dari histamin dan anti alergi ?
2. Apa pengertian
dari serotonin dan anti serotonin ?
3. Bagaimana efek
dari histamin dan serotonin ?
4. Bagaimana
reseptor dan obat histamin ?
5. Bagaimana kerja
serotonin ditubuh ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan umum yang hendak dicapai oleh
penulis adalah untuk mengetahui kewaspadaan universal. Sedangkan
tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui
tentang Histamin
2. Mengetahui
tentang serotonin
3. Mengetahui tentang anti alergi dan anti histamin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang
mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat
digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali
istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja
pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati
reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen
(penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan
pelepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
2.2 MACAM-MACAM ANTIHISTAMIN
1.
Antihistamin (AH1) non sedatif.
a.
Terfenidin
Merupakan suatu
derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan
mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang
cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi
luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan
urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4
jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X
sehari.
b.
Astemizol.
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan
cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak
dalam darah akan dicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja
panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit
aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh.
Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73%
dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya
ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma
sekitar 96%.
c.
Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia.
Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai
setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of
action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d.
Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar
puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat
cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24
jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan
kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke
berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL)
bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin
dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine
dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh
memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2.
Terdapat beberapa jenis antihistamin,
yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
a.
Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis
digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina,
loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin
merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
b.
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2
ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam
lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan
untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh
obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan
lafutidina.
c.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki
khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya
sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh
obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
d.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat
imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik.
Contohnya adalah tioperamida.Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.
Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini
digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
2.3. PENGGUNAAN UMUM
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi,
termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada
reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk
perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi
serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1
blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai
khasiat lain, yakni daya antikolinergis, antiemetis dan daya menekan SSP
(sedative), dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan
kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local
anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara
sistemis (oral, injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan
alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine.
Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak
digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1.
Asma yang bersifat alergi, guna
menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik, namun efek
keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain
(leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa
penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik.
Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari
mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.
Sengatan serangga khususnya tawon dan
lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan
pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat
perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau
hidrokortison i.v.
3.
Urticaria (kaligata, biduran). Pada
umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal,
terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran),
azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek
sedative dan efek anestesi local.
4.
Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi
nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin (dan
turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5.
Sebagai sedativum berdasarkan dayanya
menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat
ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam
sediaan obat batuk popular.
6.
Penyakit Parkinson berdasarkan daya
antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin)
yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.
Mabuk jalan dan Pusing (vertigo)
berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat
antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan
sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.
Shock anafilaksis di samping pemberian
adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak digunakan
dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.
2.4 MEKANISME KERJA
Antihistaminika adalah zat-zat yang
dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas tubuh dari histamin yang
berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi. Bila dilihat
dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk
suatu rangkaian lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur
siklik, misalnya antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai
kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin seperti halnya dengan
adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya melalui
persaingan substrat atau ”competitive inhibition”. Obat-obat inipun tidak
menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigen-antibody, melainkan
masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor)
dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena
antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus
menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang
spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat dianggap etilamin lah dari
antihistaminika yang bersaing dengan histamin untuk sel-sel reseptor
tersebut. Sebagai inverse
agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan
reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada status yang tidak
aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa mengurangi permeabilitas
vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta
napas. Tak hanya secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan
sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal,
sepertirhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang
efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi fase
akhir.
Sementara itu antihistamin generasi
kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih
selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan lipofilisitas,
sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga
memiliki kemampuan anti-alergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin.
Antihistamin generasi baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast
dengan menghambat influks ion kalsium melintasi sel mast/membaran basofil plasma,
atau menghambat pelepasan ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini
menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan prostaglandin,
atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Selain berefek sebagai anti alergi,
antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal ini terlihat dari
studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga.
Studi menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator
inflamatori, seperti menghambat pelepasan intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan
aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan tambahan inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa
memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind,
placebo-controlled studies. Efek ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya,
generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk
menguak misteri dari efek tambahan ini.
2.5 FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi
secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal
setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6
jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara
oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan
menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan
masa paruh kira-kira 4 jam.
Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada
limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama
biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal.
Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan
siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24
jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
a.
Antagonis reseptor H1
1.
Difenhidramin
Nama dagang: adidryl,
ekspectoran, coredryl, hufadryl, dll.
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat,
difenhidramin juga bersifat spasmolitik sehingga dapat digunakan pada
pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang
khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 – 50 mg, i.v. 10-50 mg
2.
Dimenhidrinat
Nama dagang: antimo,
mantino, wisatamex.
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (“motion
sickness”) dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 – 100 mg, i.m. 50 mg.
3.
Tripelenamin
Nama dagang: Pyribenzamin
(Ciba-Geigy), Azaron (Organon)
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi
tanpa gugusan metoksil (OCH3). Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek
sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 – 100 mg.
4.
Antazolin
Nama dagang: fenazolin,
Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti
yang lain, tetapi kebaikannya terletak pada sifatnya yang tidak merangsang selaput
lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada
mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy
Dosis : oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg
5.
Feniramin
Nama dagang: profenpiridamin,
Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
6.
Klorfenamin
Nama dagang: klorfeniramin,
Methyrit-SKF; CTM, KF, Pehaclor, Phapros
Merupakan derivateklor,
Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak
berubah. Efek sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki
sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 – 8 mg, parenteral 5 – 10 mg.
7.
Deksklorfeniramin
Nama dagang:
Polaramin, Schering
Merupakan d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari
suatu campuran rasemis) yang terutama bertanggung jawab untuk kegiatan
antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini tidak melebihi
daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
8. Siklizin
Nama dagang: Marezin
Zat ini khusus
digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
9.
Meklozin
Nama dagang: meclizin,
Suprinal
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan
untuk menghindarkan dan mengobati perasaan mual karena mabuk jalan dan
pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi berlangsung lama (9 –
24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang
penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum
dibuktikan.
10.
Sinarizin
Nama dagang: Cinnipirine(ACF),
Stugeron (Jansen)
Adalah suatu antihistaminika dengan daya
kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya. Disamping ini juga memiliki
sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif pada bermacam-macam
jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler,
yakni melindungi jantung terhadap rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi.
Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan perifer (betis, kaki, tangan)
diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan tachycardia dan
hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan
vasodilator-vasodilator lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 – 3 kali sehari 25 – 50 mg,
untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari 75 mg
*Primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5
mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini
adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan
Singkat. Obat ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya
cepat, yaitu ¼ sampai ½ jam dan berlangsung cukup lama.
Dosis : dewasa 1 tablet.
11.
Oksomemazin
Nama dagang: doxergan,
toplexil
adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum
yang sangat kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya
sama seperti antihistaminika lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 – 40 mg seharinya
12.
Promethazin
Nama dagang:
phenergan, histantil, rhinatiol
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum
yang kuat dan memiliki kegiatan yang lama (16 jam). Memiliki kegiatan
potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan zat-zat pereda
(sedativa). Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan
pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 – 50 mg;
parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat badan.
13.
Cyproheptadine
Nama dagang: ennamax,
pronyci
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu
antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik lemah dan merupakan satu-satunya
zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal. Zat ini merupakan antagonis
serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran), sehingga dianjurkan
sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing,
mual dan mulut kering. Tidak boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi
urine dan pada wanita hamil.
14.
Mebhidrolin
Nama dagang: biolergi,
cellahist, gabiten, histapan, interhistin, katergi, mebhidrolin, nooronal, tralgi,
zoline.
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu
antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifat-sifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 – 300 mg seharinya
b.
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal.
Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis
reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya
adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina,
dan lafutidina.
c.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan
memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit
Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan,
dan clobenpropit.
d.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti
khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya
adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik.
Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini
digunakan sebagai antihistamin.
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk
mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi
musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan
urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping
untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid,
anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai
pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi
atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion
sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau
premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic
ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien
yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien
tua.
Antihistamin generasi kedua dan ketiga :
hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian
antihistamin H‑1 secara topical golongan ethylene diamine pada
penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang mirip(
aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan
bersama dengan obat antidepresan obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi
lebih berat dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor monoamine
(procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan
efekteratogenik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang
mampu mencegah penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat
digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali
istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja
pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati
reaksi alergi, yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen
(penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan
penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
3.2 SARAN
Kita harus lebih mampu belajar dalam kehidupan
keperawatan yang luas, agar kita mendapatkan wawasan yang luas, pada dasarnya
kita harus ditengah-tengah masyarakat, oleh karena itu jangan lupa masalah yang
timbul dalam keperawatan kita sebagai bahan untuk mengasah kita untuk
memecahakan suatu masalah, dan kita harus bisa menyelesaikan masalah itu dengan
sesegera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran Edisi 21. Jakarta:
Salemba Medika.
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan
alergi melalui induksi aktif
toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU
Dr.Soetomo Surabaya
No comments:
Post a Comment